BAGAIMANA RASANYA RAMADHAN
SEBAGAI MAHASISWA ASING DI JEPANG?
Oleh:
Tun Ahmad Gazali, SH.,M.Eng. *)
Mungkin membosankan membaca cerita perkuliahan di Jepang , paling
ceritanya yang hampir sama, namun dalam tulisan
saya ini mencoba berbeda karena saya mencoba menulis dari sisi lalin dan dengan
gaya bertutur agar pembaca serasa menjadi saya yang, Alhamdulillah, pada
Ramadhan 1437 H ini berkesempatan menikmati Ramadhan ditengah sibuk saya
menimba ilmu di Yamaguchi University Japan ini. Semoga dari sedikit karya kecil
saya ini, dapat berbagi cerita dan pengalaman agar perjalanan saya disini menjadi
lebih bermanfaat.
Ramadhan
di hari ke 20,
Alhamdulillah, Bulan penuh rahmat taufik dan Barokah Allah SWT, dating lagi. Bulan yang bila di Indonesia sangat ditunggu karena suasananya yang sangat spesial. Suasana sahur, suasana siang harinya, suasana menjelang berbuka puasanya, suasana tarawihnya dan suasana malam yang pun lantunan ayat Al Quran dari masjid dan surau. Tapi itu semua sama sekali berbeda dengan suasana Ramadhan di luar negeri, khususnya di negeri Sakura…negeri ‘’Blue Samurai’’…. Jepang.
Kali ini,kali ketiga saya menikmati ibadah
Ramadhan di Jepang. Pertama saat ikut ‘’The 2003 Saga Prefecture-Asia Pacific
Youth Exchange Program’’ di Kota Saga. Kemudian 2 kali puasa saat menempuh Master
Engineering di Saga University pada 2004-2006. Serta kali ini saat menempuh
Program Doktoral di Graduate School of Science and Engineering, Yamaguchi University,
Jepang.
Pada tanggal 6 Juni 2016 lalu adalah hari pertama kami para pemeluk agama Islam di Jepang mulai melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Setiap pagi-pagi saya harus bangun sekitar jam 02.46 waktu Jepang, agar saya ada waktu untuk mempersiapkan makan sahur seadanya. Terbangun bukan karena ramainya anak-anak menabuh kentongan atau patrol keliling kampong, tapi oleh alaram HP yang saya atur 40 menit jelang waktu azan subuh. Selepas makan sahur seadanya, saya lalu sholat tahajud dan sambil menunggu sholat subuh yang biasanya tiba pada pukul 03.29, saya mendengarkan music dan alunan shlawat nabi. Saya suka mendengarkan musik dangdut koplo dari salah satu siaran radio dangdut koplo online, musik khas Indonesia. Puasa tahun ini bersamaan awal musim panas, maka berbuka sekitar jam 19.30 an waktu Jepang. Itu berarti kami berpuasa sekitar 16 jam an ya? Lalu pada sekitar pukul 21.00 sampai 22.00, kami biasanya sholat Isya dan sholat tarawih bersama teman-teman Indonesia dan teman-teman sesama muslim dari negara lain di ruang pertemuan Gedung Asrama Mahasiswa.
Pada tanggal 6 Juni 2016 lalu adalah hari pertama kami para pemeluk agama Islam di Jepang mulai melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Setiap pagi-pagi saya harus bangun sekitar jam 02.46 waktu Jepang, agar saya ada waktu untuk mempersiapkan makan sahur seadanya. Terbangun bukan karena ramainya anak-anak menabuh kentongan atau patrol keliling kampong, tapi oleh alaram HP yang saya atur 40 menit jelang waktu azan subuh. Selepas makan sahur seadanya, saya lalu sholat tahajud dan sambil menunggu sholat subuh yang biasanya tiba pada pukul 03.29, saya mendengarkan music dan alunan shlawat nabi. Saya suka mendengarkan musik dangdut koplo dari salah satu siaran radio dangdut koplo online, musik khas Indonesia. Puasa tahun ini bersamaan awal musim panas, maka berbuka sekitar jam 19.30 an waktu Jepang. Itu berarti kami berpuasa sekitar 16 jam an ya? Lalu pada sekitar pukul 21.00 sampai 22.00, kami biasanya sholat Isya dan sholat tarawih bersama teman-teman Indonesia dan teman-teman sesama muslim dari negara lain di ruang pertemuan Gedung Asrama Mahasiswa.
Sedangkan pada tiap hari Jumat, kami selalu melaksanakan sholat jumat berjamaah yang kami awali pada pukul 12.20 dan berakhir pukul 12.40an. Selepas sholat jumat, kami biasanya tidak langsung kembali ke lab atau kamar masing-masing, tapi kami masih mengobrol santai yang bisa mempererat jalinan silaturahmi sesama muslim walaupun dari lain kewarganegaraan.
Foto suasana tarawih hari ke
16 di Meeting Room apartemen kami yang kami sulap menjadi mushola kecil.
Teman-teman putri disebelah / dibalik dinding kiri kami
Foto suasana ibadah sholat Jumat tanggal 24 Juni 2016 kemarin.
Sebagai mahasiswa program Doktoral di Yamaguchi University, kegiatan saya sehari-hari lebih banyak saya lakukan di laboratorium saya. Sebagai mahasiswa program doktoral saya tidak perlu banyak-banyak mengambil kelas/mata kuliah. Saya hanya cukup menyelesaikan 7 matakuliah untuk bisa lulus Doktoral. Sampai semester ini, saya sudah menyelesaikan 4 mata kuliah dengan semua nilainya A plus, dan pada semester ini saya mengambil 3 mata kuliah, sehingga semua syarat mata kuliah telah saya laksanakan. Pada semester ketiga sampai ke empat saya akan fokus ke riset saya dan pada semester ke lima dan enam, saya akan fokus ke penyusunan disertasi dan ujian akhir.
Setiap
harinya, sekitar jam 09.00 saya sudah datang
di Lab atau langsung ke ruang kuliah bila pada hari itu ada jadwal kelas. Siang
sampai sore harinya saya biasanya langsung ke Lab untuk mengerjakan tugas kuliah
sampai pukul 16.00. Sebelum 2 minggu lalu , saya masih aktif kerja paruh waktu,
sehingga pada tiap jam 16.30 saya langsung bersepeda menuju tempat kerja paruh
waktu sampai pulangnya jam 23.00. Sepulang kerja paruh waktu biasanya saya akan
kembali ke Lab guna melanjutkan mengerjakan penelitian atau mengolah hasil
riset dalam laporan riset sebagai bahan utama Presentasi dan bahan utama penulisan
Disertasi saya yang saya lakukan di meja kerja Lab saya di lantai 5 sampai jam
02.00 atau bahkan kadang sampai hampir tiba waktu subuh. Itu saya lakukan guna
membuang waktu tapi menghasilkan hasil tulisan. Jadi, bisa dibayangkan betapa
sibuknya ya? Saya harus membagi waktu
untuk kuliah, penelitian, menulis bahan disertasi dan mencari tambahan uang dengan kerja paruh waktu.
Jujur saya sempat mengeluh dengan situasi saya yang sangatlah melelahkan dan itu
kulakukan dari hari Senin sampai hari Senin lagi. Tetapi sejak 2 minggu
terakhir saya memutuskan untuk berhenti bekerja paruh waktu karena saya kondisi
badan dan tenaga saya yang tidak muda lagi. Saya capek dan sering mengantuk
saat di kelas atau di lab, sehingga saya rasa lebih baik saya berhenti bekerja
paruh waktu dan mencari pekerjaan sampingan yang tidak banyak memakan waktu dan
tenaga saya. Saya harus lebih fokus ke Sekolah dan Riset saya.
Untunglah,
sejak 2 minggu lalu saya mempunyai pekerjaan paruh waktu baru sebagai guru
Bahasa Indonesia bagi seorang Jepang yang sangat tertarik belajar Bahasa
Indonesia. Dari kerja itu saya mendapat tambahan penghasilan sebesar 5000 yen
untuk mengajar selama 2 jam dan waktu mengajarnya adalah tiap hari Sabtu minggu
ke dua dan ke empat dengan tempat yang berbeda tergantung dari si Orang Jepang
itu kemana ingin belajar. Saya senang menjadi pengajar Bahasa Indonesia karena
juga bisa mempromosikan Indonesia.
Kembali ke topik kita adalah
tentang Ramadhan disini, dengan mayoritas penduduknya yang berkeyakinan Shinto dan
Buddha, maka agama Islam merupakan minoritas di Jepang. Tetapi alhamdulillah,
masyarakat Jepang memiliki toleransi yang sangat tinggi dimana masyarakat
Jepang sangat menghargai dan memberikan kebebasan untuk menjalankan puasa
Ramadhan bagi setiap muslim. Puasa
Ramadhan ( disini disebut Ramadhan danjiki) cukup membuat orang Jepang
bertanya-tanya kepada saya. Seperti : ‘’Tun san tidak makan dan minum seharian,
kenapa tidak lemas dan masih terlihat sehat walau tidak makan minum seharian?’’
dan pertanyaan ‘’buat apa sih Tun san kok susah-susah puasa?’’..serta
pertanyaan lainnya yang lucu terdengar.
Dengan penjelasan ringan, mereka
bisa mengerti dan menghormati saya yang sedang
berpuasa. Bahkan di tempat kerja paruh waktu saya, saat buka puasa, mereka
sampai berteriak-teriak dari sisi posisi kerja yang lain, mengingatkan saya,
‘’Tun saaaaan..Ima sichi ji ni juppun da yo…jaaaa..kyoke shitte kudasai…ippai
ipai tabete kudasai…( Mr. Tun udah jam 19.10 lho ya..ayo istirahat sebentar dan
menikmati makanmu).
Sungguh,
saya kangen suasana khas Ramadhan di Indonesia. Disini saya tidak bisa keliling
kampung menabuh kentongan membangunkan tetangga, tadarusan dengan teman-teman
kampung, juga nikmatnya " Ngabuburit
".
Tetapi, apapun itu, Ahamdulillah, Marhaban Ya
Ramadhan, semoga ibadah Ramadhanku di negeri ‘’Blue Samurai’’ ini dilancarkan sampai
Hari Kemenangan di Idul Fitri 1 Syawal 1437 H nanti . Aamiin. Shallahu ala
Muhammad. Assalamualaikum ku dari Jepang buat Antum semua.
*) Penulis adalah PNS pada BPM Prov. Jawa Timur yang
saat ini sedang menjalani Tugas Belajar Doktoral pada Graduate School of
Science and Engineering – Yamaguchi University Japan (2015-2018), Alumni
Master Student Program pada Graduate School of Science and Engineering – Saga
University Japan (2004-2006).
Komentar
Posting Komentar