MENYERAH ?...YA “ GAK PAYU” …..,
REK !!!
(Sebuah tulisan kecil untuk berbagi bila ingin bersekolah di negeri
sakura)
Oleh :
TUN
AHMAD GAZALI, SH., M.Eng. *)
Melanjutkan
Sekolah di Jepang lagi untuk S3?
Gratisan?....gak
mungkin…..
Ono rego
ono rupo…
Sekolah
ya kudu bondo, Cak Tun
Umurmu
juga udah berapa, Cak?
Itu
Mimpi, Cak Tun…Mas Tun…Dik Tun…Pak Tun….
ayo
bangun bangun…..
Banyak
kalimat-kalimat seperti itu saat saya mempunyai mimpi dan asa untuk kembali
melanjutkan studi S3 di Jepang, tapi terhambat masalah biaya dan umur yang
sudah diluar ambang batas usia tertua untuk melamar beasiswa.
Dan
kemudian, muncul berbagai kalimat lainnya…
“Selamat
ya”…….
”wah Dik
Tun ini selalu beruntung deh”…
”wow..pengen
deh kayak Mas Tun…’’
‘’eh..bagi-bagi
dong cara dan kiat bisa bolak balik ke luar negeri dan sekolah di Jepang……’’
‘’weeei
Pak Tun gampang banget ya bisa nembus sekolah di Jepang?’’
kalimat-kalimat
yang seperti di atas itu juga banyak aku terima menjelang dan bahkan saat saya ternyata
bisa tiba kembali di Jepang guna melanjutkan studi S3 di Yamaguchi
University-Japan ini.
Padahal…?
Ya tidak
segampang itu kaleeeee…..dan juga
sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan kok, Teman.
Sinpai Sinai de kudasai….Jangan
kuatir..do not be worry.
Ada tahap
dan perjuangan yang kudu nikmati
untuk kita tempuh.Saya katakan kudu nikmat karena memang sering ujung-ujungnya
tidak langsung sesuai harapan saat saya mengajukan surat/email permohonan
sekolah lanjut dengan tanpa biaya…..tanpa biaya inilah yang mungkin menjadi
alasan mendasar sering ditolaknya tawaran permohonan lanjut sekolah saya.
Bersama
tulisan yang masih sangat jauh dari sempurna ini, dengan model serta gaya
kalimat yang tidak terlalu formal dan ringan, agar mudah dicerna, saya akan
mencoba sharing disini guna lebih
banyak lagi generasi muda Indonesia (bahkan yang sudah usia diluar syarat
beasiswa, seperti saya) yang
berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan keluar negeri, khususnya Jepang.
Sebelumnya,
perkenankan saya memperkenalkan diri. Saya, Tun
Ahmad Gazali, saya lulus S1 tahun 2001 dari Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra
Surabaya dan (Alhamdulillah) dapat lanjut kuliah untuk menyelesaikan Master of
Engineering (M.Eng.) saya di Department of Ecomaterial
Science and Engineering, Graduate School of Science and Engineering – Saga
University Japan dengan biaya penuh dari Profesorku saat itu (Prof. Ixxxxxxx) dan saat ini (tak terasa sudah hampir 5 bulan berjalan) sedang berjuang untuk pulang dari Yamaguchi
University di Ube city-Japan nanti dengan gelar kebanggaan……. PhD !!!.
Bisa
benar-benar berada disini, seperti sebuah mimpi disiang bolong yang selalu
ditertawakan orang bahkan oleh diri saya sendiri, saat saya ungkapkan asa dan
cita saya ini, untuk kembali melanjutkan studi di luar negeri yang gratisan.
Mengapa
ya saya dalam hampir 10 tahun terakhir sangat antusias dan berusaha keras
menggapai mimpi, niat dan asa melanjutkan kuliah S3 ke luar negeri terus
menggebu dan menggelora sepulang selesai S2 di tahun 2006 lalu? Alasan utama ingin
kuliah di luar negeri adalah sederhana, selain untuk menimba ilmu dan lebih
memperluas wawasan, saya ingin merasakan hidup di dunia yang sama sekali
berbeda dengan negara di mana saya dibesarkan dan meningkatkan kualitas hidup
dan pola pikir berkelas dan berkualitas
dunia.
Foto 1 . Kenangan disaat waktu luang Kuliah S2 di
Saga University-Japan,
menghibur anak istri keliling kota Saga
OK..OK..kita
mulai yuk menyimak tulisan saya berikut?...
Jalan
sekolah lanjut S3 saya ini bermula di Oktober 2006, saat baru lulus S2 dari
Saga University Japan, dan sebagai PNS di Pemerintah Provinsi Jawa Timur ,
tentu saya harus kembali berkutat dengan kesibukan sehari-hari sebagaimana yang
telah saya jalani hampir terhitung 27 tahun jika sampai 1 Maret 2016 ini.
Sebagai
PNS (sekarang sudah berubah menjadi ASN-Aparatur Sipil Negara) yang memulai
dari pangkat yang amat rendah (Juru Muda Tingkat I atau I/b) pada 1 Maret 1989 dan
pribadi yang selalu ingin membesarkan potensi diri, Sungguh…melanjutkan
pendidikan informal khususnya pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi
selalu menjadi asa dan impian terbesarku hingga kelak bisa menjadi panutan
anak-anakku, masyarakat secara umum dan kebanggaan keluarga khususnya.
Namun, bak ungkapan pungguk merindukan bulan, dari segi kondisi keuangan, saya
menjadi sempat tidak begitu yakin kalau niat dan asa itu akan kesampaian.
Hampir 10
tahun dan khususnya lebih intensif ada 5 tahun terakhir, sambil menunggu kesempatan
ada Profesor yang tertarik dengan research
study plan yang selalu saya lampirkan bila mengirim surat/email
perkenalan dan permohonan, saya mengajar (disela waktu luang di Sabtu dan
Minggu) dibeberapa Universitas di Surabaya dan di Bangil-Pasuruan. Kegiatan
baru inipun mulai saya tekuni, mengabdikan segenap pikiran, kemampuan dan
pengalamanku untuk berbagi ilmu dan spirit global dengan para mahasiswsaya,
kalangan civitas akademika dan masyarakat sekitar. Ternyata hal ini merupakan
sebuah kebanggaan dan nikmat tersendiri bagiku. Ya, setidaknya apa yang telah
saya pelajari di Jepang selama 2 tahun masa studi Saga University Japan, dan 10
bulan short course di ‘’ Saga ken Kankyo Kagaku’’ (sebuah BUMD bergerak dalam
pemantauan limbah milik Pemerintah Provinsi Saga di Jepang) bisa kuamalkan dan kubagikan.
Tak
terasa sudah masuk tahun kedelapan usaha saya ini mencari peluang sekolah
lanjut sekembali dari selesai S2 yang terus tak bosan aku lakukan. Tiap
hari bersurfing ria menjelajah dunia maya internet. Mengumpulkan berbagai
informasi tentang sekolah lanjut S3 yang gratis diluar negeri, mencari
sponsorship dan Professor dari seluruh dunia yang berkenan dengan research study plan ku.
Namun,
harus sering gigit jari karena kesemuanya memberikan jawaban bahwa aplikasi / research
study plan yang kususun, ditolak. Saat itu saya merasa sangat sedih, karena
mengingat usia yang sudah tidak muda lagi guna melamar dari jalur beasiswa umum
(saya kelahiran 1969 dan umumnya batasan
usia adalah maksimal 38 tahun), maka bagi saya yang ‘’ tidak bondo’’ ini, mencari sponsorship yang mau membiayai adalah
satu-satunya cara untuk bisa pergi sekolah ke Jepang serta juga terus dan tanpa
lelah bersurfing di internet untuk
memperoleh kesempatan ke Jepang. Tapi hasilnya tetap nihil.
Sempat sih putus asa dan belajar mengikhlaskan
menghapus keinginan saya untuk sekolah di Jepang itu, tapi dorongan untuk
sekolah makin menggelora. Pikirku, bolehlah aku merasa putus asa tapi ya jangan
sampai tidak terus berusaha. Saya Positive thinking
saja dan terus berusaha, tetap optimis bahwa saya pasti bisa,bisa,bisa. Yakin
Bisa.
Sebagai
mantan anggota Pramuka Satuan Karya Bhayangkara ex Polwiltabes Surabaya angkatan
XIII-tahun 18985 yang selalu diasah dan dididik untuk tidak boleh menyerah
kepada keadaan, saya tidak menyerah.
Saya amat yakin dengan kalimat ‘’ jika kita
berusaha, Tuhan akan memberi”. Harapan untuk lanjut kuliah diluar negeri belum
mati. Guna lebih membuat lancar, mudah dan ringan atas niat dan upaya saya ini,
saya segera menemui Ibu dan meminta perkenan doa restu Beliau. Alhamdulillah
beliau berkenan dan mendukung niat dan asa ini. Terima kasih, Ibu.
Ananda disini guna mewujudkan mimpi, asa, harapan
dan doa Ibu dan Bapak.
Saya
harus mencari jalan terobosan yang berbeda. Bila saya selalu gagal disyarat
usia dalam beasiswa formal dan dicara saya mengirim email ke Profesor yang acak
di internet, saya harus ganti cara yang bisa dibilang ‘’ora umum’’, nekat dan
‘’ gak bondo’’ dalam niat sekolah
diusia yang tidak muda lagi ini; Saya harus mencari Profesor yang tepat dan
bisa diajak berkomunikasi dengan intens terlebih dahulu. Saya terus berusaha
memperluas network, terus produktif dan menyempurnakan research – study plan ku, dan berdoa. Saya berpikir dan yakin mungkin
saja saya beruntung menemukan Profesor yang punya uang dan mau membiayai
seperti saat saya menempuh S2 dulu. Saya akhirnya mencoba directly mengirim email ke beberapa Profesor yang
lebih jelas dan tidak asal kirim di seluruh dunia untuk berkenan menjadi
Profesor penjamin saya.
Tanda-tanda
keberuntungan tiba, disuatu pagi lepas subuh di hari Minggu pertengahan
September 2014, saya menerima 3 email sekaligus dengan respons amat positif
dari 3 orang Professor. Mereka adalah Prof. Kxxxx dari Turki, Prof. Exxx dari
Jerman dan Prof. Axxxxx dari Jepang. Alhamdulilah,
ketiga Profesor itu merespon baik dan mengajak berdiskusi lanjut mengenai mimpi
dan alasanku menjadi Doctoral Student mereka. Ini jalan terbuka yang amat bagus
dan sayapun tidak membuang waktu lama, begitu setiap ada email-email mereka,
saat itu juga saya respons dan saya jawab langsung semua pertanyaan mereka.
Tapi, dua dari mereka mulai terlihat mengurangi perhatian lanjut khususnya saat
pembicaraan kami mulai terkait bagaimana keuangan dan biaya hidupku nantinya
disana. Di email, selalu kusampaikan bahwa saya pengen sekolah dan mohon
bantuan mereka sebagai mahasiswa yang tidak punya biaya.
Hanya Professor Aziz sensei yang terus intens dan
terus mengajak komunikasi termasuk menanyakan apa kiat dan upaya saya nanti
bila sebagai mahasiswa Doktoralnya dengan status ‘’ self funded student ’’. Dengan percaya diri dan yakin, saya
langsung menjawab bahwa bila beliau benar-benar berkenan menerim, saya akan
belajar giat, serius, akan mengerjakan semua arahan beliau, siap
mengembangangkan dan mengaplikasikan hasil studi serta tidak keberatan
mengerjakan pekerjaan apapun asal diterima sebagai mahasiswa S3 beliau. Allahu
Akbar….ternyata beliau menjawab singkat namun mantab dalam sebuah emailnya
tertanggal 18 April 2015 ‘’ Dear Mr. Tun,
Thank you for your mail. Okay I understand
the situation. As I mentioned before, please be sure that I am totally agreed
to take you as a PhD student. Regarding the funds we will try together after
you will join in my lab. With regards ’’
…..wow….wow….wow…wow…Allahu Akbar.
Saya langsung
menjawab siap. Saat menjawab itu, saya amat yakin bila kesempatan ini saya ambil dan
jalani, saya akan dapat lebih banyak pengalaman belajar di negeri orang yang
otomatis akan membuka pengetahuan terhadap ilmu dan hidup. Sedikit banyak tiga
tahun masa belajar S3 (dan semoga bisa sampai menambah 2 tahunan untuk lanjut
Postdoctoral) pasti akan membentuk dan meningkatkan kualitas serta karakter
pribadiku. Ditambah lagi, meskipun program studi S3
yang akan saya tekuni dalam 3 tahun kedepan ini tidak sesuai dengan jurusan saat
waktu masih S1 dulu (saya lulusan 2001, Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra
Surabaya), namun itu tak membuat menggurungkan niat mengejar cita-cita dapat
bersekolah lebih tinggi. Justru berbeda itulah saya sangat ingin belajar
lebih lanjut ke Jepang. “Saya tidak mau patah semangat, bagiku seribu jalan menuju Jepang,
seribu jalan menuju mimpi ku di Jepang… Ganbatte aja pikirku !”
Alhamdulillah,
satu tahap amat penting dan mendasar telah saya lewati untuk mencari tiket
lanjut S3 di luar negeri, dan saya akan kembali ke Jepang lagi. Untuk
memastikannya, saya menelpon beliau dan mendengar langsung suara beliau yang
terdengar sabar dan bijak serta benar-benar ‘’welcome’’
pada niat niatku, beliau mengatakan asal saya bisa benar-benar sampai di
Jepang, dia yang akan menanggung dan mengatur semua kebutuhan sekolah Doktoral
dan hidupku selama menjadi student beliau. Alhamdulillah…Tuhan benar-benar memberi
jalan.
Sekarang,
‘’masalah baru’’ menghadang, sebagai PNS, saya tidak bisa begitu saja bebas berangkat.
Perlu berbagai proses cukup ribet agar
saya dibolehkan mengikuti tawaran emas ini dan status sebagai PNS tetap terjaga
selama saya belajar 3 tahun nanti. Bagaimanapun, saya masih akan meninggalkan
istri dan keempat anak-anak kami di Indonesia paling tidak 6 bulan pertama, dan
mereka butuh nafkah lahir dari ‘’sisa’’ gaji perbulanku.
Akhirnya,
saya memberanikan diri meminta Profesor mengirim surat kepada Bapak Gubernur
Jawa Timur. Dan Profesorku ini memang benar-benar serius menerimaku, terbukti
beliau benar-benar mengirim surat resmi permohonan tawaran mengikuti pendidikan
S3 sebagai mahasiswa beliau dengan pembiayaan melalui ‘’Teaching Assistanceship (TA) dan Research Assistanceship (RA)’’ ke
Bapak Gubernur Jawa Timur dan singkat cerita, Allahu Akbar, Alhamdulillah,
tawaran Profesorku tersebut disetujui dan saya diijinkan untuk mengikuti
seleksi dan sekolah S3 di Graduate School of Science and Engineering, Yamaguchi
University Japan. Dan petunjuk Beliau melalui disposisi Bapak Sekretaris Daerah
Jawa Timur, langsung menghapus kabar dan asumsi yang beredar bahwa saya harus kehilangan hak dasar
bulanan sebagai PNS karena dianggap tadinya saya harus mengajukan cuti atau
ijin belajar.
Alhamdulillah, setelah
proses administrasi yang amat dimudahkanNya, karena orang-orang yang saya temui
dan saya minta tolong terkait proses perijinan (yang ternyata adalah ‘’Tugas
belajar’’), semuanya welcome dan
membantuku amat cepat dan penuh kesan persahabatan sebagai sesama aparat
Pemprov. Jawa Timur, termasuk teman-teman lama di Pusat Administrasi Kerjasana
Luar Negeri-Kementrian Dalam Negri, Kementrian Sekretariat Negara dan Kementrian
Luar Negeri di Jakarta. Surat Tugas Belajarku untuk 3 tahun sampai 2018 selesai
tak lama menjelang keberangkatan. Terima kasih banyak atas perkenan bantuan ’’Antum’’
semua. Tuhan pasti akan membalas kebaikan bantuan proses yang telah ‘’Antum’’
berikan.
Karena
terlena dengan kesibukan administrasi, saya kurang fokus pada masalah
transportasi ke Jepang. Tak terkira ternyata harga tiket sudah amat tinggi dari
sebulan sebelumnya, dan itu diluar asumsi persiapan saya sebelumnya. Akhirnya saya
memutuskan membeli dulu tiket penerbangan menggunakan Airasia yang paling murah
saat itu, dengan uang hasil menjual sepeda motor Honda Revo kesayangan kami. Saya
menghibur istri dan anak-anak, bahwa nanti uangnya akan diganti Profesor setiba
saya di Jepang.
Alhamdulillah, setelah perjalanan udara yang
cukup melelahkan dari Surabaya dan transit di Kuala Lumpur, akhirnya tepat 28
September 2015 pukul 23.50 Japan Local Time, dihiasi cahaya terang bulan
purnama, saya benar-benar tiba di Kansai
International Airport di Osaka-Jepang.
Karena sudah larut malam, tidak ada transportasi
lanjutan ke Yamaguchi. Dan saya memutuskan menjadi ‘’gelandangan intelek’’
dengan menginap semalam di Lantai 2 airport tersebut. Dan ternyata banyak juga
teman sesama ex penumpang lainnya yang istirahat disitu. Tiap setengah jam
petugas keamanan bandara juga keliling dan menanyai identitas/passport. Jadi…...terasa
aman deh.
Foto 2 Suasana menggelandang di Kansai
International Airport, Osaka-Japan
Dan
setelah menggelandang semalam di Kansai, pada 29 September 2015 sebelum azan dhuhur,
saya benar-benar tiba di Kampus kebanggaanku…… Yamaguchi University, Japan!!!!.
Foto 3-6. Saya di Kampus
Profesorku
benar-benar memegang janjinya, dikesempatan pertama bertemu beliau, yang dia
berikan ketanganku adalah selembar surat pemberitahuan dari JASSO (The Japan Student Services
Organization) bahwa saya menerima beasiswa ‘’Honor Monbukagakusho’’ sebesar JPY 48.000 perbulan dari Oktober
2015 - Maret 2016. Alhamdulillah, karena saya tidak pernah merasa mendaftar,
tapi bisa mendapatkan beasiswa itu, maka surat itu benar-benar membuat kejutan
di awal pertemuan dengan beliau, dan beliau menjelaskan untuk tidak perlu
kuatir akan biaya pendidikan dan biaya hidupku disini, karena beliau benar telah
menyiapkan pembiayaanku melalui beberapa jalur, yaitu saya mendapat kesempatan ‘’ Teaching Assistanceship dan Research
Assistanceship’’ sebesar JPY 1.379 perjam dari Kampus sebagai asisten
beliau mengajar, juga saya direkomendasikan beliau untuk ikut seleksi beasiswa
fakultas dan beasiswa lokal lainnya serta perkenan ijin beliau untuk saya melakukan
‘’Arubaito / Part Time Job’’ kerja
paruh waktu di luar jam kuliah. Dan keberuntungan lagi-lagi selalu diberikan
Allah SWT, saya dimudahanNya bekerja di café
kampus dan di sebuah restoran cepat saji terkenal di Jepang, sebagai tenaga
cuci piring dan alat makan/minum serta juru masak. Alhamdulillah.
Insya Allah, hasil dari bekerja paruh waktu itu
cukup banyak membantu untuk biaya hidup disini serta memberi nafkah lahir ke istri
dan keempat anak yang masih saya tinggal di Indonesia, serta juga untuk
persiapan liburan dan menjemput mereka ke Indonesia secepatnya tahun ini,
hehehe.
Oh ya, di
Kota Ube, Prefekture Yamaguchi – Japan
sini, Alhamdulilah, Professorku telah menyediakan tempat berteduh yang amat
nyaman di ‘’Kokusai Kouryou Kaikan’’ (
Ube International House) di single
room bertarif JPY 11.200 perbulan belum termasuk biaya pemakaian air, gas
dan listrik yang perbulannya rata-rata sekitar total JPY 6.000. Saya amat
bersyukur dengan keseharian di kota ini. Kota Ube tempat saya tinggal ini,
tergolong kota kecil nan bersahaja. Kualitas hidup yang tinggi tercermin di
kehidupan sehari-hari, seperti fasilitas transportasi sampai sanitasi yang
lengkap dan terjaga kebersihannya, serta suasana alam yang indah, bersih,
tertib, disiplin dan udara bebas polusi. Kontur tanahnya yang naik turun
bergunung-gunung, membuat nyaman dan bagus buat kesehatan tubuh karena dalam
keseharianku, saya menggunakan sepeda dan jalan kaki. Budaya hidup dan budaya
belajar di Jepang sini sangatlah menunjang dan mendidik saya untuk berusaha
keras meraih mimpi. Suasana disini mendidik kami untuk selalu teliti,
sistematis, disiplin, bekerja keras, terus selalu semangat
dan mengembangkan rasa respect. Insya Allah
tak salah mengapa saya memilih Jepang lagi sebagai tempat menuntut ilmu setelah
S2ku di Saga University sebelumnya.
Alhamdulillah, saya
benar-benar sekolah S3 di Jepang. Bergabung dengan ribuan mahasiswa Asing di
Jepang. Jangan takut berangkat walau berstatus ‘’self funded student’’ Asal ada jaminan tertulis dan meyakinkan
dari Profesor yang mengundang kita, pasti akan banyak jalan yang diberikan
untuk mewujudkan mimpi dan asa kita’’.
Foto 7. Bangga dan bersyukur bisa benar menjadi
bagian dari Foto ini sesaat setelah welcome party bagi mahasiswa asing baru di
Yamaguchi University-Japan.
Dari yang
telah saya tulis dan alami, saya mengajak pembaca untuk tidak takut bermimpi
dan meraih asa dengan cara yang berbeda, ’’
ora umum’’, nekat dan sempat dibilang ‘’
gak bondo’’. Karena dalam ke ‘’ora umum’’ an itu kita menjadi berbeda,
menjadi lebih terlihat dan dan bisa menunjukkan potensi kita.
Akhirnya saya bisa benar-benar mewujudkan mimpi dan
asa ku sebagai ‘’Seorang PNS yang hanya modal tekad, otak, optimis
dan doa yang akhirnya benar bisa sekolah S2 dan S3 secara gratis di negara
Matahari Terbit”. Dan saya yakin ‘’
Antum’’ semua pasti bisa yang penting jangan hilangkan mimpimu dan terus mau
berusaha walau pernah gagal.
Memang, jangan malu dengan mimpimu, jika ada
kemauan dan usaha dibarengi doa restu orang tua dan teman-teman kerabat….
Bila ingin
bersekolah di negeri sakura …Menyerah..? …ya“ gak payu” ..rek !!!
Banyak jalan (mewujudkan asa dan mimpimu)
bersekolah di negeri sakura !!!!!!.
*)
Penulis adalah Kasubid Sistem Informasi pada Badan
Penanaman Modal (BPM) Provinsi Jawa Timur; Mahasiswa Tugas Belajar Doktoral
pada Graduate School of Science and Engineering - Yamaguchi University,Japan
(2015-2018); Alumni Master Student pada Graduate School of Science and
Engineering – Saga University Japan (2004-2006)
Komentar
Posting Komentar